Sabtu, Maret 19, 2011

10 pemain sepak bola asia yang layak bermain di Eropa


Sebagai benua terbesar yang punya jumlah penduduk paling banyak pula, Asia tentu menyimpan bakat-bakat sepakbola yang hebat. ESPNsoccernet mencoba untuk memprediksi siapa saja yang bisa bersinar atau setidaknya cukup bagus untuk main di Liga Eropa. Ada satu orang Indonesia di dalam daftar.

Deng Zhuoxiang (Shandon/China)
Midfielder ini tampil luar biasa di Piala Asia Timur tahun lalu. Termasuk
saat ia mencetak gol ke gawang Korea Selatan yang menghadirkan kemenangan pertama bagi China atas Taeguk Warrior. Klub-klub di Korea dan Jepang mencoba untuk menariknya tapi tak sanggup dengan harganya. Mungkin sudah saatnya untuk klub Eropa 'ikut campur.'

Ismail Matar (Al Wahda/UEA)
Pemain ini adalah harapan dari kawasan teluk. Ia adalah pemenang bola emas di World Youth Championship tahun 2003. Sebenarnya ia sangat pantas main di Eropa. Namun klubnya yang kaya mampu menahannya untuk tidak pergi ke mana-mana. Ia kemudian juga menjadi bintang di Piala Teluk 2007 sekaligus membantu UAE untuk menjadi juara pertama kalinya. Berkat jasanya itu ia mendapat hadiah dua ekor unta. Ismail Matar pantas mendapat alat transportasi yang lebih bagus dari unta!

Koo Ja Cheol (Jeju United/Korea Selatan)
Ia sempat dihubungkan dengan Blackburn Rovers awal tahun ini. Klub Swiss Young Boys of Berne juga tertarik padanya namun tak sanggup membayar. Anehnya Koo bukanlah pilihan reguler di timnas Korsel walau ia terpilih menjadi pemian tengah terbaik K-League musim lalu. Mampu mengamankan bola dan siap melepaskan umpan kapan saja. Eksekusi bola matinya juga mantap. Banyak yang percara kepindahannya ke Eropa hanya masalah waktu.

Kawin Thamsatchanan (Muang Thong United/Thailand)
Asia Tenggara tak punya sejarah kuat memiliki kiper yang kuat. Namun pemain berusia 19 tahun ini memperlihatkan kalau ia bisa memenuhi kulaifikasi untuk menjadi kiper hebat. Absennya ia di Piala AFF sangat disayangkan oleh fans Thailand. Seorang pemandu bakat Inggris telah merekomendasikannya pada Manchester United. Menarik untuk ditunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Yasser Al Qahtani (Al Hilal/Arab Saudi)
Ia layak menjadi bintang yang paling terang di kawasan teluk.'The Sniper' tak pernah mencoba peruntungannya di Eropa. Jika ia mampu mengasah mentalnya untuk siap main di level tertinggi, karirnya akan melesat. Walau usianya sudah 28 tahun, ia masih gesit dan bagus dalam duel udara.

Oktovianus Maniani (Sriwijaya/Indonesia)
Sayap mungil Sriwijaya ini mencuri perhatian saat tampil di Piala AFF 2010. Ia berjasa besar membawa Indonesia lolos ke partai final. Ia sangat cepat dan usianya baru 20 tahun. Octo disebut sebagai 'Ryan Giggs-nya Indonesia' diharapkan bisa terus konsisten dan mampu mengasah umpan silangnya.

Karim Ansarifard (Saipa/Iran)
Karim adalah penerus kejayaan Ali Daei sebagai nyawa timnas Iran. Dan sang lengenda sendirilah yang memberikan kesempatan bagi Karim untuk menjadi pilihan utama di Saipa di tahun 2007. Dua tahun kemudian ia sudah main untuk timnas. Borussia Dortmund sudah menyatakan ketertarikannya namun belum ada yang pasti.

Jungo Fujimoto (Shimizu S-Pulse/Jepang)
Sang playmaker sedang dikejar-kejar Nagoya Grampuss. Namun pemain berusai 26 tahun ini tak mau tanggung-tanggung. Rookie of the year J-League tahun 2006 ini ingin menjelajah Eropa.

Alexander Geynrikh (Pahktakor/Uzbekistan)
Ia adalah mesin gol di kawasan Asia Tengah. Kepalanya terkenal sering menghadirkan kekacauan di kotak penalti lawan. Dua tim di Moscow, Torpedo dan CSKA, tertarik untuk memiliki Geynrikh. Kini ia siap main di Eropa atau setidaknya di Rusia.

Firas Al-Khatib (Al Qadsia/Suriah)
Suriah bukanlah negara elit untuk urusan sepakbola. Namun Al-Khatib pantas untuk muncul ke permukaan. Kini ia main untuk salah satu klub terbesar teluk, Al Qadsia Kuwait. Ia sangat jeli mencari posisi dan diramalkan akan menjadi salah satu bintang di benua Asia.

Mereka yang tak megenal lelah

MENGINTIP BURUH ANAK-ANAK DI BANGLADESH

Banyak dari anak-anak Bangladesh pada usia 5 – 15 tahun terlibat dalam berbagai pekerjaan kasar dan berbahaya di pabrik pabrik maupun di luar pabrik. Di bawah ini terdapat foto-foto profil buruh anak-anak Bangladesh, yang diambil gambarnya pada tahun 2008.
Shilu bekerja memisahkan batu-batuan dan pasir dengan alat ayakan di tepi sungai Piyan, Bangladesh.


Anak-anak mengangkat keranjang berisi batu yang berat di atas kepalanya ditepi sungai Piyan, Bangladesh.

..


Anak-anak dari daerah pedesaan Gaibandha bekerja di pabrik pembuatan batu bata di kota Dhaka, Bangladesh.
Anak-anak bekerja di pabrik batu bata di Fatullah, Bangladesh. Untuk 1.000 batu bata yang berhasil mereka bawa, mereka diberi upah 0,9 dolar AS.


Gadis cilik ini sedang bekerja menumbuk batu bata di sebuah pabrik batu bata di Dhaka, Bangladesh.


Jasmine 7 tahun, mengumpulkan sampah di pagi hari. Sekitar 5.000 ton sampah dan 1.000 orang pemulung mencari nafkah di tempat ini setiap harinya.

-
Seorang buruh anak sedang mengayak pasir dan batu krikil yang dipungut dari dasar sungai, di dermaga Bhollar di tepi sungai Piyain, Bangladesh. Sedikitnya 10.000 orang, termasuk 2.500 perempuan dan lebih dari 1.000 anak terlibat dalam pekerjaan tersebut. Suplai bahan-bahan bangunan seperti batu dan pasir, dan semen, sangat langka di Bangladesh, sehingga harganya sangat tinggi. Namun para buruh pengumpul batu krikil dan pasir tersebut, hanya menerima upah sekitar 150 taka (kurang dari 2 dolar AS) per hari.


Buruh anak sedang bekerja disebuah pabrik tekstil di Dhaka, Bangladesh. Sudah umum bagi anak-anak yang orang tuanya miskin bekerja di tempat yang berbahaya serta banyak menggunakan buruh, untuk membantu keluarganya. Rata-rata buruh anak-anak mendapat penghasilan antara 400 – 700 taka (sekitar 5 – 9 dolar AS) per bulan, sedang buruh dewasa bisa berpenghasilan sampai 5.000 taka (sekitar 60 dolar AS) per bulan.


Seorang anak sedang menjemur ikan di pulau Sonadia, Patukhali, Bangladesh. Ikan kering merupakan makanan Bengali yang digemari, dan lebih dari 50.000 buruh laki-laki, perempuan dan anak-anak dipekerjakan di industri ikan kering di daerah pesisir. Sekitar 300 ton ikan kering diproduksi setiap musimnya, yang dimulai bulan Nopember hingga April.


Bocah ini bekerja membuat komponen logam di sebuah pabrik di Dhaka, Bangladesh.


Ia telah bekerja di pabrik selama 2 tahun terakhir, dalam kondisi berbahaya, dan hanya mendapat makan 2 kali sehari.


Buruh anak-anak sedang beristirahat di sebuah pabrik panci perak di Dhaka, Bangladesh. Selama seminggu bekerja, mereka mendapatkan upah 200 taka (kurang dari 3 dolar AS), bekerja hampir 10 jam per hari, dari pagi sampai larut sore.


Jainal bekerja di pabrik pembuatan panci. Dia telah bekerja di pabrik selama 3 tahun. Dia bekerja mulai pukul 9 pagi sampai pukul 6 sore dan mendapatkan upah sebesar 10 dolar AS (sekitar Rp 94.000) per bulan.


Dua buruh anak-anak sedang makan siang saat istrihat di sebuah pabrik dimana mereka bekerja.
17,5 persen dari anak-anak di usia 5-15 tahun di Dkaha (tahun 2006) terlibat dalam kegiatan ekonomi. Banyak dari anak-anak yang terlibat dalam berbagai pekerjaan berbahaya di pabrik pabrik.

http://ntunkz.wordpress.com/2009/11/24/hai-anak-anak-orang-kayalihatlah-ini/

Ular tewas setelah gigit payudara



Ular Kalah Beracun dari Payudara

Seharusnya sesi pengambilan foto ini menjadi momen penuh adegan syur antara seorang model seksi dan seekor ular. Namun, di luar dugaan Orit Fox, ular boa yang melilit tubuhnya berubah menjadi buas dengan menggigit payudaranya setelah model Israel ini mencoba berpose lebih intim dengan reptil merayap itu.

Uniknya, justru makhluk buas yang terkenal ganas dengan bisanya itu yang mengalami nasib lebih naas. Sang model yang belum menanjak namanya itu hanya mendapatkan perawatan berupa suntikan tetanus di rumah sakit. Sementara sang ular tewas akibat keracunan silikon yang berasal dari payudara Fox.

Peristiwa ini bermula saat Fox yang berbalut busana berwarna strip merah dan putih mencoba berpose liar dengan menjilati wajah ular. Saat menjalankan manuvernya, model ini mengendurkan genggaman tangannya terhadap leher ular yang bereaksi buas setelah dijilati.

Rupanya ular ini tak ingin kalah liar dari sang model. Reptil ini menenggelamkan kepalanya ke arah payudara Fox dan menancapkan gigitan di payudara bagian kiri.

Fox menjerit kesakitan dan seorang kru sesi pengambilan foto bergegas menghampirinya untuk menarik ular yang tak lama kemudian melepaskan cengkeramannya.

Model yang mencat rambutnya dengan warna pirang ini segera dilarikan ke rumah sakit terdekat dan mendapatkan suntikan tetanus. Namun, si ular tampaknya kurang beruntung karena harus meregang nyawa akibat keracunan silikon.

Merk merk tua yang bertahan hingga kini




Blue Band [1936]
Mentega Blue Band
BLUE Band pertama kali diproduksi di Batavia pada 1936. Blue Band juga menjadi produk makanan pertama yang dihasilkan Van den Bergh NV, milik Unilever, gabungan perusahaan margarin asal Belanda, Margarine Unie, dan pabrik sabun Lever Brothers asal Inggris. ”Sejak pertama kali diluncurkan, Blue Band sudah menjadi merek kuat yang memimpin pasar dengan kompetitor utama mentega dan margarin impor, seperti Palmboom,” kata Agus Nugraha, Brand Manager Blue Band PT Unilever Indonesia.

Permen Davos [1931]
Permen Davos
SOEYATI Soekirman tak pernah luput membawa Davos. Nenek 68 tahun warga Banyumas ini sudah puluhan tahun menggemari permen itu. ”Orang-orang tua memang konsumen loyal kami,” kata Nicodemus Hardi, Managing Director Operasional PT Slamet Langgeng, produsen permen Davos. Permen ini dirintis oleh Siem Kie Djian pada 28 Desember 1931. Lokasi pabriknya tetap sama hingga kini: Jalan Ahmad Yani 67, Kelurahan Kandang Gampang, Purbalingga, Jawa Tengah. Perusahaan dilanjutkan anaknya, Siem Tjong An. Enam tahun berikutnya, bisnis diteruskan lagi ke anak dan menantu Tjong An: Toni Siswanto Hardi dan Corrie Simadibrata. Kini perusahaan tersebut dipimpin oleh Budi Handojo Hardi, generasi ketiga pendiri bisnis ini.

Wajik Week [1939]
Wajik Week
SEMULA, pada 1939, Nyonya Ong Kiem Lien hanya memasak kue untuk dijual ke tetangga. Ada wajik, onde-onde, keripik tempe, rempeyek kacang, dan jadah (kue dari ketan dan kelapa parut). Usaha ini dilanjutkan oleh anaknya, Ong Gwek Nio, yang kemudian hanya berkonsentrasi pada wajik.

Siroop Tjap Buah Tjampolay [1936]
Siroop Tjap Buah Tjampolay
RASANJA sedap, baoenja wangi. Itulah yang tertera dalam kemasan sirup Tjap Buah Tjampolay. Minuman legendaris asal Cirebon ini pertama kali dibuat oleh Tan Tjek Tjiu pada 11 Juli 1936. Hingga kini kemasan dan labelnya tak berubah.

Sarang Sari [1934]
Sarang Sari

Botolnya hijau, mirip botol bir. Tulisan dalam kemasannya tak berubah sejak 75 tahun lalu: Limonadestroop. Sarang Sari, begitulah nama sirup berbotol serupa bir itu, bertahan di tengah gempuran minuman berkarbonat. Cikal bakal sirup ini dimulai dari De Wed Bijlsma, pengusaha asal Groningen, Belanda, yang mendirikan NV Conservenbedrijf de Friesche Boerin pada 1934.

Ting-ting Jahe [1935]
Ting-ting Jahe
NJOO Tjhay Kwee menunggang sepeda pancal mengitari Pasuruan. Kala itu, tahun 1935, Njoo sedang merintis usaha kembang gula Sin A di Pasuruan, Jawa Timur. Kisah ini dituturkan Dyah Purwaningsih, General Manager PT Sindu Permata, perusahaan yang memproduksi ting-ting jahe. Ayu adalah cucu Njoo alias generasi ketiga pemilik perusahaan ini.

Tahu Yun Yi [1940]
Tahu Yun Yi
DALAM bahasa Mandarin, yun yi artinya bermanfaat atau beruntung. Perusahaan tahu yang didirikan pada 1940 itu memang beruntung masih eksis hingga kini. Bisnis tahu Yun Yi dirintis oleh Liauw Hon Tjan di Jalan Jenderal Sudirman Belakang 231, Bandung. Pabrik tahu ini tak pernah berpindah hingga sekarang.

Teh Cap Botol [1940]
Teh Botol Sosro
RIBUAN botol plastik hijau itu bergerak dalam irama teratur di atas jalur roda berjalan. Lalu, plop, plop, plop: letupan mesin memasangkan plastik kemasan ke satu per satu botol yang berisi teh amat panas. Antrean lantas menjalar ke mesin berikut yang memasangkan tutup botol. Dari sini jalur roda bergerak lagi menuju pengemasan akhir. Maka jadilah teh botol merek Joy Tea Green, yang siap dikirim ke jutaan konsumen di seluruh Indonesia serta mancanegara.

B29 [1930]
http://tempointeraktif.com/khusus/selusur/merk.tua/selusur_files/img13.jpg
PASAR Pagi Jakarta, akhir 1930-an. Sekumpulan ibu-ibu yang sedang belanja di Toko Sewu Gunawan meriung bicara soal sabun. Sabun Cap Tangan, produk Unilever—ketika itu satu-satunya sabun cuci yang beredar di pasar mendadak langka. Jikapun ada, harganya mahal. Para ibu mengeluh: mereka tak bisa mencuci baju, piring, bahkan mandi.

Dji Sam Soe [1913]
Dji Sam Soe
RUMAH kuno itu tak lagi berpenghuni. Pagarnya tertutup seng. Ketika didatangi Tempo tiga pekan lalu, tampak empat petugas bergantian menjaga rumah. Di rumah inilah Liem Seeng Tee, pendiri HM Sampoerna, mengawali sejarah pada 1927.
Beralamat di Jalan Ngaglik, Surabaya, rumah ini—selain menjadi tempat tinggal—dulunya berfungsi sebagai gudang tembakau dan pabrik rokok. Selama lima tahun Seeng Tee menguji berbagai campuran rempah dan cengkeh di rumah ini. Dji Sam Soe salah satu produknya. Dari rumah ini pula Dji Sam Soe mulai diproduksi secara masif.

Kopi Warung Tinggi [1878]
Kopi
Beberapa kali berhenti berproduksi, tetap hidup berkat kepercayaan pelanggan. Dulu resep lisan, kini tersimpan di komputer.
BATAVIA, 1878. Restoran di tepian Moolen Vliet Oost—kini Jalan Hayam Wuruk— Jakarta, itu berbeda dengan bangunan lain di sekitarnya. Tampak lebih bagus, lebih besar, dan tinggi. Masyarakat di tepian Ciliwung lalu menyebutnya Waroeng Tinggi. Adalah Liaw Tek Soen, perantau asal Tiongkok, yang membangun warung itu bersama istrinya.

Kecap Bango [1928]
Kemasan diremajakan, rasa dipertahankan, penetrasi pasar diperkuat. Jurus inovatif memperpanjang umur.
Kecap Bango
BANGO itu terbang tinggi. Dari jago lokal, dia menjadi bintang di tingkat nasional. Bermula dari pojok kampung di daerah Benteng, Tangerang, pada 1928, kini sang Bango mudah dijumpai di toko kelontong di hampir seluruh penjuru Indonesia. Delapan puluh satu tahun silam, suami-istri Tjoa Pit Boen (Yunus Kartadinata) dan Tjoa Eng Nio mengawali cikal bakal Kecap Bango di rumah mereka di Benteng. Sayang, jejak awal sudah amat samar. Napak tilas Tempo di kawasan Benteng tak menemukan sarang pertama sang Bango.

Sepatu Bata
Sepatu Bata
BERJAM-jam sepatu berbahan kanvas itu mengendap di ember penuh air. Basah kuyup, tapi tetap baik kondisinya. Wilfried Tampubolon, pemilik sepatu itu, cuma bisa memandanginya dengan kecewa. Pupus harapannya untuk mendapat sepatu baru. ”Dua tahun sepatu saya tidak diganti, makanya sepatu itu sengaja saya rendam,” kata Wilfried tertawa mengenang kenakalannya semasa kanak-kanak. Ibunya hanya mau membelikan sepatu baru kalau sepatu lama sudah rusak.

Batik Oey Soe Tjoen (1925)


PEMBUATAN selembar batik Oey Soe Tjoen bak ritual panjang. Awalnya, Muayah, pekerja di situ, menggoreskan lilin pada motif daun. Ia lalu menyerahkan hasil kerjanya kepada sang bos, Widianti Widjaja, yang lalu memeriksanya dengan teliti. Bila dianggap oke, kain akan diambil alih pekerja lain. Ia meneruskan pekerjaan untuk motif lain.
sumber: http://woamu.blogspot.com/2010/01/merk-tua-yang-bertahan-sampai-sekarang.html